GURU, diketahui atau tidak, disadari atau tidak dan diakui atau
tidak, merupakan salah satu sosok yang paling berpengaruh bagi setiap
orang. Merekalah, salah satunya, sebagai peletak dasar atau pondasi
dalam bangunan kehidupan seseorang. Sejatinya, guru bukan hanya sesosok
pengajar yang melakukan kegiatan mengajar atau transfer ilmu pengetahuan
kepada peserta didiknya, namun lebih dari itu, guru adalah seorang
pahlawan.
Ya, seorang pahlawan. Guru lebih dikenal sebagai seorang pahlawan
tanpa tanda jasa. Kalau dipikir-pikir lagi, guru memiliki jasa yang jauh
sangat berguna daripada sebagian wakil rakyat yang sepertinya tidak
banyak menyelesaikan masalah tapi malah kadang menambah masalah dan
kadang juga membuat masalah tambah runyam.
Di samping itu, dari dulu masyarakat sudah melabel status sosial
seorang guru sebagai sosok yang memiliki martabat yang tinggi, yang
memiliki nilai yang tinggi, dan kehormatan yang tinggi pula.
Perhatikanlah salah satu lirik dari lagu yang berjudul Pergi Belajar karya Ibu Sud, “Hormati gurumu sayangi teman itulah tandanya kau murid budiman”.
Lho, Ibu Sud yang terkenal sebagai pengarang lagu anak-anak
pun sampai ikut mengajarkan peserta didik agar senantiasa selalu
menghormati para guru. Kenapa? Lagi-lagi jawabannya karena guru adalah
seorang pahlawan.
Lalu, kenapa seorang guru disebut sebagai pahlawan? Singkat saja,
karena seorang guru tidak hanya menransfer ilmu, tetapi juga menransfer
nilai. Nilai yang dimaksud bukanlah nilai-nilai yang didapat saat ujian
atau tentamen tertentu, tapi nilai yang lebih berarti dan bahkan jauh
lebih berharga, yaitu nilai kehidupan.
Nah, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peran guru tidak hanya
mengajar, tetapi juga mendidik. Mendidik dalam artian memberikan
nilai-nilai kehidupan itu sendiri, bukan sekadar member nilai 10 atau
100, bukan nilai A, B, C, D atau E. Di samping itu, guru adalah sosok
yang sangat mulia karena senantiasa menyumbang sebagian tenaganya,
pikirannya dan waktunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karena itulah guru disebut sebagai pahlawan, dan guru yang
benar-benar memberikan nilai kehidupan dapat menjadi inspirasi bagi yang
lain. Seperti kata orang bijak, anak-anak yang berhasil di masa depan
adaah anak-anak yang diajarkan oleh orang tua dan guru-guru yang luar
biasa, bukan karena sekolah yang besar dan terkenal. Maka dari itu,
sudah sepantasnya guru menjadi sumber inspirasi.
Guru atau Pendidik yang Bagaimana Disebut Menginspirasi?
Sebenarnya, profesi guru sendiri sudah bisa disebut sebagai sebuah
inspirasi. Kenapa? Karena disadari atau tidak, gurulah yang memajukan
dan mengarahkan hidup peserta didiknya menjadi lebih baik. Karena guru
sudah menggunakan ilmu pengetahuannya untuk kemajuan orang lain.
Sama seperti dokter, tak ada bedanya, mereka sama-sama menggunakan
pengetahuan yang mereka punya untuk membantu orang ain, untuk memajukan
hidup orang lain.
Sebenarnya lagi, setiap tindakan yang dilakukan seorang guru bisa
menjadi sebuah inspirasi. Seperti yang sudah diketahui banyak orang,
guru dapat menjadi teladan dalam hal apapun, dimulai dari hal kecil.
Misalnya, dalam hal-hal kecil, guru bisa menjadi contoh bagi peserta
didiknya, seperti misalnya berucap yang terjaga kejujurannya, memberikan
nasehat dan motivasi yang tentu saja bersifat membangun dan akan
menjadi sangat berarti bagi peserta didik, tentu saja agar mereka tidak
kehilangan semangat dalam belajar.
Jika sudah seperti itu, artinya guru sudah memposisikan dirinya dalam
keadaan yang ideal atau pantas, karena gurulah yang akan diperhatikan,
dicontoh dan diikuti oleh peserta didiknya. Dalam hal ini, guru dapat
diartikan sebagai seseorang yang dapat digugu (dipercaya dan dipegang
ucapannya) dan ditiru (diikuti dan dicontoh tindakannya).
Bahkan, ada pula istilah yang mengatakan bahwa guru adalah The Living Curriculum, yaitu kurikulum hidup yang memang sepantasnya menjadi inspirasi karena akan dijadikan contoh oleh peserta didiknya.
Nah, betapa mulianya sosok seorang guru atau seorang pendidik, tapi
sayang sekali. Kata tak selalu lebih indah dari rupa. Harapan kadang tak
selamanya sama seperti realita dan kenyataan yang ada dan diinginkan.
Di tengah masyarakat tenyata masih ada dan masih bisa dijumpai oknum
guru atau pendidik yang tidak mencerminkan kemuliaan dan kehormatan
profesinya. Bukannya menjaga nama baik, malah mencemari dan mengurangi
arti dan ungkapan yang ada dari sosok guru itu sendiri, seperti pahlawan
tanpa tanda jasa, pahlawan pembangun insan cendikian dan masih banyak
lagi.
Bermula dari adanya peningkatan alokasi APBN dalam bidang pendidikan,
pengangkatan guru honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan juga
program sertifikasi guru, yang juga merupakan bagian dari Undang-Undang
No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta regulasi kependidikan
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Kependidikan,
membuat profesi guru menjadi menarik di mata masyarakat.
Label yang diberikan pun ikut-ikutan berubah. Profesi guru justru
semakin diminati. Banyak yang memperbincangankan, dan tak sedikit juga
yang menjadikan hal ini sebagai topik pembicaraan.
Kata kebanyakan orang, dulu menjadi seorang guru bukanlah pilihan
utama. Banyak yang terpaksa menjadi seorang guru karena sempitnya
peluang kerja yang ada. Kesejahteraannya juga kurang memadai, katanya.
Maka dengan adanya perhatian pemerintah terhadap status dan
kesejahtaeraan guru inilah, profesi ini mulai dicemburui.
Kenapa dicemburui? Karena ternyata banyak guru yang terlena dalam
zona nyaman yang dibenaknya hanya mengajar untuk memenuhi kewajiban jam
mengajar sebagaimana yang dipersyaratkan dalam sertifikasi. Yang
terjadi adalah guru menjadi seorang yang datang ke sekolah, mengajar,
menyampaikan materi kepada murid-muridnya di depan kelas dan kemudian
selesai. Tidak ada apa-apa lagi.
Tujuan utama adalah memenuhi jam mengajar, dan manjaga kesejahteraan
yang diberikan pemerintah. Masih beruntung jika guru tersebut masih mau
datang meluangkan waktu dan tenaga untuk mengajar selain memenuhi jam
mengajar. Bagaimana jadinya jika guru hanya datang untuk mengisi daftar
hadir kemudian pergi dengan berbagai alasan tertentu?
Tentu akan lebih buruk lagi jika guru tersebut pergi tanpa tugas
untuk peserta didiknya, tanpa pemberitahuan yang jelas. Tentu ada saja
yang seperti itu, seperti sebuah kasus di sebuah universitas atau
lembaga perguruan tinggi, ada dosen (dosen bisa juga disebut guru atau
pendidik, hanya ranahnya saja yang berbeda) yang seharusnya mengajar 16
kali tetapi pada kenyataannya hanya mengajar 5 kali dan sisa 11 kali
pertemuan ditutupi hanya dengan menandatangani jurnal dan daftar hadir
dosen.
Nah, oknum yang seperti inilah yang akan mencemari dan mengurangi
makna dan arti dari sebuah profesi seorang guru atau pendidik. Padahal
mereka seharusnya tidak boleh tidak mengajar, apalagi tanpa kejelasan
apa-apa. Karena apa? Karena mereka dibayar, dan karena peserta didik
juga membayar.
Masalah ini tentu saja membuat masyarakat menuntut agar orang-orang
yang menyandang profesi sebagai guru atau pendidik mau tidak mau
benar-benar menunjukan kompetensi dan ketrampilannya, bukan malah
terlena di zona nyaman seperti yang sudah disebutkan tadi.
Masih Banyak Guru Inspiratif
Kembali ke pertanyaan sebelumnya, sebenarnya guru atau pendidik
bagaimana yang disebut menginspirasi? Sebenarnya guru atau pendidik
bagaimana yang dapat disebut sebagai guru atau pendidik inspiratif?
Meihat situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat, sepertinya
jawabannya adalah guru atau pendidik yang masih sadar diri, dalam artian
sadar tanggung jawab, sadar bahwa ia adalah seorang guru dan seorang
guru memiliki kemuliaan dan kehormatan yang tinggi, dan sadar
memposisikan dirinya secara idealis, yang mendidik dan membina peserta
didiknya yang merupakan anak-anak bangsa. Guru yang bukan hanya datang
ke sekolah untuk memenuhi jam mengajar, tetapi juga mendidik hal-hal
kecil, seperti keteladanan dalam berbagai sikap, tutur kata yang sopan
dan santun, atau kebiasaan baik lainnya seperti membuang sampah pada
tempatnya.
Guru yang masih senantiasa menyumbang sebagian tenaganya, pikirannya
dan waktunya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru yang tentu saja
memiliki semangat untuk melahirkan generasi yang berkualitas dan cerdas,
bukan hanya untuk naik kelas, bukan hanya untuk lulus, tetapi untuk
menjadi pribadi yang terpuji dan mampu meraih mimpi-mimpinya, dan tentu
saja yang paling penting adalah ketulusan, karena ketulusan itulah
nantinya akan membuat sosok guru tetap menjadi inspirasi . Itulah yang
cocok disebut sebagai guru inspiratif atau guru yang menginspirasi saat
ini.
Apakah guru atau pendidik seperti itu masih ada? Jangan berkecil
hati. Tentu saja di Indonesia, atau di sekitar kita masih ada guru-guru
seperti yang disebutkan di atas. Mereka juga bisa ada di daerah-daerah
terpelosok, terluar dan terpencil.
Di daerah dekat perbatasan, dekat pantai dan tidak menutup
kemungkinan mereka ada di tengah-tengah kota, baik kota kecil maupun
yang besar sekalipun. Tentu saja mereka juga memiliki peran lain yang
bermacam-macam. Ada yang petani, ada yang peternak, ada juga sastrawan,
budayawan dan seniman.
Saya sendiri memiliki salah seorang pendidik yang merupakan seniman
dan sastrawan, dan ia mangajar bukan hanya sebagai tukang didik, tetapi
sebagai seniman. Ia bukan hanya mengajar, tetapi juga memberikan bekal
inspirasi yang tak pernah mati sampai kapanpun.
By : Julio Saputra, 17 April 2017
Sumber ↓
Tidak ada komentar:
Posting Komentar